BERSAMA KITA CIPTAKAN GENERASI YANG KREATIF DAN MANDIRI

Rabu, 23 Oktober 2019

Hari Santri

Selamat hari santri anak-anaku Semoga menjdi anak yang soleh dan solehah. Ahli syurga semuanya ❤

Guru Harus Ikuti Perkembangan Teknologi Pembelajaran

Menristekdikti: Guru Harus Ikuti Perkembangan Teknologi Pembelajaran Di era Revolusi Industri 4.0 dimana sudah banyak materi pembelajaran di Internet, guru perlu mengikuti segala teknologi yang dapat membantunya mengajar, demikian ungkap Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir saat Wisuda Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia (STKIP PGRI) Jombang pada Sabtu (20/4). Menristekdikti mengingatkan guru tidak boleh hanya mengajar dari buku pelajaran yang sudah lama terbit. “Di era sekarang ini guru tidak boleh ketinggalan di dalam teknologi yang mendukung literasi, karena kalau seorang guru tidak mengetahui teknologi ini pasti akan kalah oleh murid,” ungkap Menristekdikti dalam Sambutan Wisuda Berjudul Peran Perguruan Tinggi, Mahasiswa, dan Lulusannya Menjawab Tantangan Era Disrupsi Teknologi di Wisuda dan Dies Natalis ke-42 STKIP PGRI Jombang. Nasir mengingatkan ilmu yang diajarkan kepada murid tidak berhenti setiap tahun melainkan terus diperbarui, sehingga guru tidak boleh berpuas dengan buku ajar yang lama. “Jangan sampai menjadi dosen atau guru ketinggalan teknologi, dengan menggunakan buku yang dipakai cetakan tahun-tahun yang lalu, tahun 2005 atau 2010, padahal sekarang sudah tahun 2019 dan harus update,” ungkap Nasir. Lebih lanjut Nasir menyatakan di era Revolusi Industri 4.0 ini akan ada banyak mata pelajaran dan mata kuliah yang dapat diajarkan tanpa guru atau dosen sama sekali, sehingga guru dan dosen perlu meningkatkan kemampuan mengajarnya juga dengan bantuan teknologi, sehingga mereka tetap dapat memberikan pengajaran yang maksimal. “Sekarang dunia pengajaran sudah menggunakan sistem pembelajaran yang tidak lagi menggunakan orang lagi. Kami datang ke Korea Selatan, Jepang dan China bahkan sampai dengan Kanada. Ada suatu proses pembelajaran dimana mahasiswa sudah tidak lagi bersentuhan dengan orang di tingkat pendidikan tinggi,” ungkap Nasir. Dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pusat Unifah Rosyidi mengatakan guru di Indonesia akan tetap dibutuhkan di era Revolusi Industri 4.0 selama mereka terus meningkatkan profesionalismenya. “Profesionalisme adalah kata kunci dan menjadi perhatian global, karena itu dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kita akan terus belajar dan profesionalisme itulah yang menjadi kuncinya. Dengan terus mengasah diri insya Allah kita akan bisa memposisikan diri apapun tantangannya di era 4.0,” ungkap Ketua Umum PGRI Pusat Unifah Rosyidi. Setelah memberikan sambutan wisuda, Menristekdikti meresmikan Gedung Student Center STKIP PGRI Jombang. Rangkaian agenda di Jombang ini dihadiri oleh Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Pusat Unifah Rosyidi, President Association of Higher Learning Institution in Computing and Information Technology Studies Richardius Eko Indrajit, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ismunandar, Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi Wilayah VI (Jawa Timur) Suprapto, Bupati Jombang Munjidah Wahab, para eselon Pemerintah Kabupaten Jombang, ketua dan anggota Senat Akademik STKIP PGRI Jombang beserta para dosen, serta wisudawan dan wisudawati bersama orang tua masing-masing. https://ristekdikti.go.id/kabar/menristekdikti-guru-harus-ikuti-perkembangan-teknologi-pembelajaran/

Isu pendidikan

-- Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama Results Internasional menyebut ada tiga permasalahan utama pendidikan di Indonesia. Masing-masing, yakni kualitas guru, sekolah yang tidak ramah anak dan deskriminasi terhadap kelompok marginal. "Ada tiga isu strategis yang perlu mendapat perhatian," kata Koordinator Nasional JPPI Ubaid Matraji dalam Seminar Internasion dan Laporan Right to Education Index (RTEI) 2016 di Jakarta, Kamis (23/3). Ia menyebut, penelitian RTEI mengukur lima faktor utama, yakni pemerintahan, ketersediaan, aksesibilitas, penerimaan, dan adaptasi. Dari lima faktor itu, Indonesia mendapatkan skor 77 persen untuk laporan pendidikan. Namun, posisi Indonesia sejajar dengan Nigeria dan Honduras. Ironisnya, ia menyebut, kualitas pendidikan Indonesia berada di bawah Filipina (81 persen) dan Etiopia (79 pensen). Penelitian itu menempatkan Inggris (87 persen) di urutan teratas. Disusul, Kanada (85 persen) dan Australia (83 persen). Ubaid menjelaskan, kualitas guru yang rendah disebabkan rasio ketersediaan guru, khususnya di daerah terdepan, terluar dan tertinggal (3T). Berdasarkan hasil uji kompetensi guru pada 2016 menunjukkan nilai di bawah standar. Ia menyebut, hal tersebut tidak sebanding dengan anggaran yang dialokasikan untuk gaji guru. Sementara itu, Ubaid menjelaskan, hasil penelitian menunjukkan, lingkungan sekolah di Indonesia belum ramah anak. Ia mencontohkan, hal itu terlihat dari masih maraknya kekerasan di sekolah, baik fisik maupun bukan fisik. Ia menyebut, setidaknya ada enam tipe kekerasan utama yang terus terulang di lingkungan sekolah. Yakni, penganiayaan guru terhadap siswa, siswa terhadap guru, sesama siswa wali murid kepada guru, pelecehan seksual dan tawuran antarsekolah. Selain itu, Ubaid menyebut, akses pendidikan bagi kelompok marginal masih rendah. Kelompok marginal yang masuk kategori ini adalah perempuan, anak di penjara, kelompok difabel, anak keluarga miskin, dan para pengungsi. Ia mengingatkan, di Indonesia ada banyak pengungsi dari berbagai negera, seperti, Myanmar, Irak, Somalia, Afganista dan Palestina. Ubaid menyebut, JPPI dan Results Internasional merekomendasikan sejumlah hal untuk meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Pertama, meningkatkan kualitas guru butuh komitmen jelas pemerintah dalam mengembangkan kapasitas guru. Pemerintah harus punya peta jalan yang jelas, terukur dan berkesinambungan. Juga evaluasi dan pemantauan harus dilakukan secara berkala. Sebab, dikhawatirkan kualitas guru akan terus menjadi dilema berkepanjangan. Kedua, pemerintah harus memberikan sanksi tegas terhadap pihak yang melakukan kekerasan di lingkungan sekolah. Hal itu bertujuan untuk menciptakan rasa aman dan ramah anak di sekolah. Selain itu, pemerintah harus mendorong sekolah dan orang tua aktif berpartisipasi dan mengontrol sekolah. Ketiga, Ubaid menjelaskan, perlu kebijakan afirmasi untuk kelompok marginal atas diskriminasi pendidikan yang dialami kelompok itu. Sebab, masih banyak anak tidak bisa sekolah karena identitas yang tidak sesuai dengan domisili. Sementara itu, Kepala Pusat Penelitian Kebijakan Kemendikbud, Hendarman menyebut, hasil penelitian dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki dan mengatasi sejumlah permasalah pendidikan. Kendati demikian, ia mempertanyakan rendahnya hasil yang diperoleh Indonesia dalam peneltian itu. https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/on9feb384

Senin, 07 Oktober 2019

Karnaval muharam

Manasik Haji

Make a sense of child's love to God, the Apostles, teach and action, introduce the ordinance of the implementation of the fifth pillar of islam.

Market's day

Market day with Kid's Market in Cikas Islamic School. This activity is one of the efforts to build and foster the spirit of children's entrepreneurship. The children sell the food and beverage.